Rabu, 21 September 2016

[20-09-2016,21-09-2016 ] Masih IXL


Hari Ini dan kemarin Jasmin masih belajar berhitung , konsep angka 1-5. Sera Bahasa Inggris melalui Starfall.com, yaitu mendengarkan , mengenai tubuh manusia, benda-benda dll


Senin, 19 September 2016

[19-09-2016] Belajar Mewarnai dan Berhitung



Mulai minggu ini , kami berusaha untuk mulai membuat jadwal yang lebih terstruktur, untuk Jasmin. Jika kemarin-kemarin tidak ada pembatasan dalam menyetel TV, maka mulai kemarin TV tidak dinyalakan sore hari. Ternyata hal ini cukup efektif. Selain mematikan TV, saya sebagai ibunya juga mulai fokus dalam mendampingi Jasmin belajar. Fokus, dalam artian sudah tak pegang gatget selama mendampingi anak belajar..Dan hasilnyaa..sungguh diluyar duagaan..Jasmin jadi begitu antusis untuk belajar. Bahkan, hari ini , ketika saya baru saja pulang kerja, langsung nagih mau belajar lagi. 

Kamis, 11 Juli 2013

Kunjungan Ke Musium Wayang " Sendang Mas " Banyumas


Wayang merupakan salah satu kebudayaan .Untuk belajar lebih mencintai budaya negeri sendiri, pada tanggal 09 Juli 2013 kemarin anak-anak dan teman sesama SBR ( Sekolah Berbasis Rumah ) mengunjungi Musium Wayang Sendang Mas Banyumas. Musium yang terletak di sebelah timur Balai Duplikat Sipanji Banyumas ini salah satu musium yang dimiliki Kabupaten Banyumas, disamping Musium BRI dan Musium Jendral Sudirman

Museum Sendang Mas diresmikan oleh Ketua Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Senawangi) pada tanggal 31 Desember 1983. Tahun 1984 dikelola oleh Kepala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas. Pada tanggal 20 Mei 1985 pengelolaannya diserahkan kepada Yayasan Seni Budaya Sendang Mas. Mulai tanggal 31 Juli 1989 museum ini dikelola sebagai asset wisata budaya di Kabupaten Banyumas oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Banyumas.

Koleksi yang ada di museum ini antara lain gamelan laras Slendro, wayang gagrag Banyumas, wayang gagrag Yogya, wayang Krucil, wayang Prajuritan, wayang Kidang Kencana, wayang Golek Purwa, wayang Golek Menak. Tokoh Bawor dalam wayang gagrag Banyumasan. Dalam wayang gagrag  Ngayogyakarta dan Surakarta disebut sebagai Bagong.
Disamping melihat-lihat koleksi wayang yang ada di musium anak-anak juga mencoga menabuh gamelan yang terdapat di sana dengan didampingi oleh salah satu petugas yang ada di Musium tersebut. 






Jumat, 15 Maret 2013

Mengikuti Les Gambar


Sebagai orang tua kami hanya berusaha mengarahkan dan memfasilitasi agar anak anak menemukan potensi sesuai dengan minatnya. Tak mudah untuk benar-benar mengetahui sebenarnya apa keinginan yang benar-benar mereka miliki. Apalagi mereka semua masih anak-anak. Terkadang begitu senang dengan suatu kegiatan, namun disaat yang lain kembali bosan.
Seperti anak keduaku, Fatih. Kalau kami perhatikan anaknya memang cepat bosan terhadap sesuatu. Sebenarnya keinginan belajar ada, tapi terkadang hanya ikut-ikutan saja. Pernah saat kakaknya aku daftarkan pada program pembelajaran matematika online, Fatih pun nggak mau ketinggalan ingin didaftarkan juga, setelah didaftarkan ternyata senang belajarnya cuma di awal-awal saja , setelah itu kembali bosan. Pernah lagi senang-senangnya membuat komik on line, kubelikan juga buku panduannya, namun kembali bosan. Membaca dan mencoba menulis cerita juga pernah, namun hanya sebentar juga. Belajar membuat blog pun pernah, namun seperti biasa tak diisi juga.Hal yang kulihat masih senang dilakukan adalah menggambar. Karena dari dulu sepertinya nggak bosan-bosan. Oleh karena itu saat salah satu teman menawarkan  untuk mengikuti les gambar pada anakku, dengan senang hatipun kami terima. Les gambar dijadwalkan setiap Sabtu jam 15.00-17.00 bertempat di Sokaraja . 




Rabu, 02 Mei 2012

Melatih Kemandirian Anak

Bongkar Lemari baju
Terkadang kami merasa prihatin dengan remaja-remaja sekarang yang   cukup pintar di sekolah, tetapi tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari. Kelihatannya memang sepele dan tidak penting. Tapi nyatanya banyak anak usia SMP bahkan mungkin SMA jaman sekarang hanya sekedar mencuci baju atau memasak makanan sederhana saja ternyata tidak bisa. Hal ini bisa saja terjadi karena sejak kecil mereka tidak dilatih untuk melakukan sesuatu tanggung jawab pekerjaan
. Terkadang orang tua terlalu memanjakan karena, segala sesuatu dilakukan oleh pembantu rumah tangga. Anak hanya ditugaskan untuk belajar-dan belajar demi untuk mendapatkan nilai yang sebagus-bagusnya di sekolah , dan melupakan pelajaran yang tak kalah penting ,yaitu keterampilan hidup.
Dulu sewaktu kami kecil, kelas lima SD saja sudah diberitanggungjawab untuk mencuci , menyetrika baju sendiri. Memang sih aku masih ingat betul pada saat itu aku juga ogah-ogahan dan sering jawab, nanti..nanti,,jika disuruh melakukan sesuatu hal, tapi lambat laun kami merasa terbiasa dan justru belum tenang kalau belum melakukan tugas yang menjadi tanggung jawab kami.
Kami pun berusaha mengajarkan hal yang sama pada anak-anak kami. Tentu saja sesuai dengan usia mereka. Untuk itu kami berusaha me libatkan anak-anak dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, hal ini juga kami lakukan untuk melatih kemandirian anak. entah itu memasak, mencuci piring, menyapu lantai dan lain-lain. Melihat anak – anak mencuci piring bareng –bareng jadi teringat saat anakku sekolah di PAUD dulu. Di PAUD itu pun ada kegiatan cuci-cuci tapi pakai piring plastik. Dan untuk itu kami harus bayar biaya bulanan, Alhamdulillah tanpa biaya sedikitpun sekarang kami juga bisa lakukan itu di rumah, bahkan langsung praktek pakai piring dan gelas betulan.
Kalau sedang mood nya bagus ya mereka melakukan dengan penuh semangat, meskipun tak kami suruh. Tapi jika lagi nggak mood ya paling hanya iya..iya..nanti..nanti..tanpa dikerjakan. Memang sih, keluarga kami mempunyai asisten rumah tangga, tapi kami berusaha untuk tidak mengandalkan sepenuhnya semua pekerjaan rumah tangga kami. Kami berusaha kerjakan apa yang kami sempat bersama anak-anak.

Selasa, 01 Mei 2012

Berbagai Gaya Orang Tua Dalam Pengasuhan Anak

Artikel Copas, tulisan ini sudah beberapa kali saya baca, di catatan Fesbuk teman, di blog teman, dan rasanya nggak ada bosan bosannya aku baca karena setelah baca tulisan ini jadi lebih bisa instropeksi diri, termasuk gaya yang manakah dalam pengasuhan anak-anak kita selama ini ? 
Dicuplik dari tulisan Dewi Utama Faizah, bekerja di Direktorat pendidikan TK dan SD Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, Program Director untuk Institut Pengembangan Pendidikan Karakter divisi dari Indonesia Heritage Foundation.

Kondisi ketidakpatutan dalam memperIakukan anak ini telah melahirkan berbagai gaya orangtua (Parenting Style) yang melakukan kesalahan "mis-education" terhadap pengasuhan pendidikan anak-anaknya. Elkind(1989) mengelompokkan berbagai gaya orangtua dalam pengasuhan, antara lain:
Gourmet Parents-- (ORTU B0RJU) Mereka adalah kelompok pasangan muda yang sukses. Memiliki rumah bagus, mobil mewah, liburan ke tempat-tempat yang eksotis di dunia, dengan gaya hidup kebarat baratan. Apabila menjadi orangtua maka mereka akan cenderung merawat anak-anaknya seperti halnya merawat karier dan harta mereka. Penuh dengan ambisi! Berbagai macam buku akan dibaca karena ingin tahu isu-isu mutakhir tentang cara mengasuh anak.Mereka sangat percaya bahwa tugas pengasuhan yang baik seperti halnya membangun karier, maka "superkids" merupakan bukti dari kehebatan mereka sebagai orangtua. Orangtua kelompok ini memakaikan anak-anaknya baju-baju mahal bermerek terkenal, memasukkannya ke dalam program-program eksklusif yang prestisius. Keluar masuk restoran mahal. Usia 3 tahun anak-anak mereka sudah diajak tamasya keliling dunia mendampingi orangtuanya. Jika suatu saat kita melihat sebuah sekolah yang halaman parkirnya dipenuhi oleh berbagai merek mobil terkenal, maka itulah sekolah banyak kelompok orangtua "gourmet " atau kelompok borju menyekolahkan anak-anaknya.
College Degree Parents --- (ORTU INTELEK ) 
Kelompok ini merupakan bentuk lain dari keluarga intelek yang menengah ke atas. Mereka sangat peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Sering melibatkan diri dalam barbagai kegiatan di sekolah anaknya. Misalnya membantu membuat majalah dinding dan kegiatan ekstra kurikular lainnya. Mereka percaya pendidikan yang baik merupakan pondasi dari kesuksesan hidup. Terkadang mereka juga tergiur menjadikan anak-anak mereka "Superkids ", apabila si anak memperlihatkan kemampuan akademik yang tinggi. Terkadang mereka juga memasukkan anak-anaknya ke sekolah mahal yang prestisius sebagai bukti bahwa mereka mampu dan percaya bahwa pendidikan yang baik tentu juga harus dibayar dengan pantas. Kelebihan kelompok ini adalah sangat peduli dan kritis terhadap kurikulum yang dilaksanakan di sekolah anak anaknya. Dan dalam banyak hal mereka banyak membantu dan peduli dengan kondisi sekolah.
Gold Medal Parents --(ORTU SELEBRITIS ) 
Kelompok ini adalah kelompok orangtua yang menginginkan anak-anaknya menjadi kompetitor dalam berbagai gelanggang. Mereka sering mengikutkan anaknya ke berbagai kompetisi dan gelanggang. Ada gelanggang ilmu pengetahuan seperti Olimpiade matematika dan sains yang akhir-akhir ini lagi marak di Indonesia . Ada juga gelanggang seni seperti ikut menyanyi, kontes menari, terkadang kontes kecantikan. Berbagai cara akan mereka tempuh agar anak-anaknya dapat meraih kemenangan dan merijadi "seorang Bintang Sejati ". Sejak dini mereka persiapkan anak-anak mereka menjadi "Sang Juara", mulai dari juara renang, menyanyi dan melukis hingga none abang cilik ketika anak-anak mereka masih berusia TK. Sebagai ilustrasi dalam sebuah arena lomba ratu cilik di Padang puluhan anak-anak TK baik laki-laki maupun perempuan tengah menunggu di mulainya lomba pakaian adat. Ruangan yang sesak, penuh asap rokok, dan acara yang molor menunggu datangnya tokoh anak dari Jakarta. Anak-anak mulai resah, berkeringat, mata memerah karena keringat melelehi mascara anak kecil mereka. Para orangtua masih bersemangat, membujuk anak-anaknya bersabar.Mengharapkan acara segera di mulai dan anaknya akan kelular sebagai pemenang. Sementara pihak penyelenggara mengusir panas dengan berkipas kertas.Banyak kasus yang mengenaskan menimpa diri anak akibat perilaku ambisi kelompok gold medal parents ini. Sebagai contoh pada tahun 70-an seorang gadis kecil pesenam usia TK rnengalami kelainan tulang akibat ambisi ayahnya yang guru olahraga. Atau kasus "bintang cilik" Yoan Tanamal yang mengalami tekanan hidup dari dunia glamour masa kanak-kanaknya. Kemudian menjadikannya pengguna dan pengedar narkoba hingga menjadi penghuni penjara. Atau bintang cilik dunia Heintje yang setelah dewasa hanya menjadi pasien dokter jiwa. Gold medal parent menimbulkan banyak bencana pada anak-anak mereka! Pada tanggal 29 Mei lalu kita saksikan di TV bagaimana bintang cilik "Joshua" yang bintangnya mulai meredup dan mengkhawatirkan orangtuanya. Orangtua Joshua berambisi untuk kembali menjadikan anaknya seorang bintang dengan kembali menggelar konser tunggal. Sebagian dari kita tentu masih ingat bagaimana lucu dan pintarnya Joshua ketika berumur kurang 3 tahun. Dia muncul di TV sebagai anak ajaib karena dapat menghapal puluhan nama-nama kepala negara. kemudian di usia balitanya dia menjadi penyanyi cilik terkenal. Kita kagum bagaimana seorang bapak yang tamatan SMU dan bekerja di salon dapat membentuk dan menjadikan anaknya seorang "superkid" --seorang penyanyi sekaligus seorang bintang film....
Do-it Yourself Parents
Merupakan kelompok orangtua yang mengasuh anak-anaknya secara alami dan menyatu dengan semesta. Mereka sering menjadi pelayanan professional di bidang sosial dan kesehatan, sebagai pekerja sosial di sekolah, di tempat ibadah, di Posyandu dan di perpustakaan. Kelompok ini menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri yang tidak begitu mahal dan sesuai dengan keuangan mereka. Walaupun begitu kelompok ini juga bemimpi untuk menjadikan anak-anaknya "Superkids" --earlier is better". Dalam kehidupan sehari-hari anak-anak mereka diajak mencintai lingkungannya. Mereka juga mengajarkan merawat dan memelihara hewan atau tumbuhan yang mereka sukai. Kelompok ini merupakan kelompokpenyayang binatang, dan mencintai lingkungan hidup yang bersih.
Outward Bound Parents--- (ORTU PARANOID)
Untuk orangtua kelompok ini mereka memprioritaskan pendidikan yang dapat memberi kenyamanan dan keselamatan kepada anak-anaknya. Tujuan mereka sederhana, agar anak-anak dapat bertahan di dunia yang penuh dengan permusuhan. Dunia di luar keluarga mereka dianggap penuh dengan marabahaya. Jika mereka menyekolahkan anak-anaknya maka mereka lebih memilih sekolah yang nyaman dan tidak melewati tempat tempat tawuran yang berbahaya. Seperti halnya Do It Yourself Parents, kelompok ini secara tak disengaja juga terkadang terpengaruh dan menerima konsep "Superkids". Mereka mengharapkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang hebat agar dapat melindungi diri mereka dari berbagai macam marabahaya. Terkadang mereka melatih kecakapan melindungi diri dari bahaya, seperti memasukkan anak-anaknya "Karate, Yudo, pencak Silat" sejak dini. Ketidakpatutan pemikiran kelompok ini dalam mendidik anak-anaknya adalah bahwa mereka terlalu berlebihan melihat marabahaya di luar rumah tangga mereka, mudah panik dan ketakutan melihat situasi yang selalu mereka pikir akan membawa dampak buruk kepada anak. Akibatnya anak-anak mereka menjadi "steril"
dengan lingkungannya.
Prodigy Parents --(ORTU INSTANT)
Merupakan kelompok orangtua yang sukses dalam karier namun tidak memiliki pendidikan yang cukup. Mereka cukup berada, narnun tidak berpendidikan yang baik. Mereka memandang kesuksesan mereka di dunia bisnis merupakan bakat semata. Oleh karena itu mereka juga memandang sekolah dengan sebelah mata, hanya sebagai kekuatan yang akan menumpulkan kemampuan anak-anaknya. Tidak kalah mengejutkannya, mereka juga memandang anak-anaknya akan hebat dan sukses seperti mereka tanpa memikirkan pendidikan seperti apa yang cocok diberikan kepada anak-anaknya. Oleh karena itu mereka
sangat mudah terpengaruh kiat-kiat atau cara unik dalam mendidik anak tanpa bersekolah. Buku-buku instant dalam mendidik anak sangat mereka sukai. Misalnya buku tentang "Kiat-Kiat Mengajarkan bayi Membaca"karangan Glenn Doman , atau "Kiat-Kiat Mengajarkan Bayi Matematika" karangan Siegfried, "Berikan Anakmu pemikiran Cemerlang" karangan Therese Engelmann, dan "Kiat-Kiat Mengajarkan Anak Dapat Membaca DalamWaktu 9 Hari" karangan Sidney Ledson.
Encounter Group Parents--( ORTU NGERUMPI )
Merupakan kelompok orangtua yang memiliki dan menyenangi pergaulan. Mereka terkadang cukup berpendidikan, namun tidak cukup berada atau terkadang tidak memiliki pekerjaan tetap (luntang lantung). Terkadang mereka juga merupakan kelompok orangtua yang kurang bahagia dalam perkawinannya. Mereka menyukai dan sangat mementingkan nilai-nilai relationship dalam membina hubungan dengan orang lain. Sebagai akibatnya kelompok ini sering melakukan ketidakpatutan dalam mendidik anak-­anak dengan berbagai perilaku "gang ngrumpi" yang terkadang mengabaikan anak.Kelompok ini banyak membuang-buang waktu dalam kelompoknya sehingga mengabaikan fungsi mereka sebagai orangtua. Atau pun jika mereka memiliki aktivitas di kelompokya lebih berorientasi kepada kepentingan kelompok mereka. Kelompok ini sangat mudah terpengaruh dan latah untuk memilihkan pendidikan bagi anak-anaknya. Menjadikan anak-anak mereka sebagai "Superkids" juga sangat diharapkan. Namun banyak dari anak anak mereka biasanya kurang menampilkan minat dan prestasi yangdiharapkan.
Milk and Cookies Parents-(ORTU IDEAL)
Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang memiliki masa kanak-kanak yang bahagia, yang memiliki kehidupan masa kecil yang sehat dan manis. Mereka cenderung menjadi orangtua yang hangat dan menyayangi anak-anaknya dengan tulus. Mereka juga sangat peduli dan mengiringi tumbuh kembang anak-anak mereka dengan penuh dukungan. Kelompok ini tidak berpeluang menjadi oraugtua yang melakukan "miseducation" dalam merawat dan mengasuh anak-anaknya. Mereka memberikan lingkungan yang nyaman kepada anak-anaknya dengan penuh  perhatian, dan tumpahan cinta kasih yang tulus sebagai orang tua.Mereka memenuhi rumah tangga mereka dengan buku-buku, lukisan dan
musik yang disukai oleh anak-anaknya. Mereka berdiskusi di ruang makan, bersahabat dan menciptakan lingkungan yang menstimulasi anak-anak mereka untuk tumbuh mekar segala potensi dirinya. Anak-anak mereka pun meninggalkan masa kanak-kanak dengan penuh kenangan indah yang menyebabkan. Kehangatan hidup berkeluarga menumbuhkan kekuatan rasa yang sehat pada anak untuk percaya diri dan antusias dalam kehidupan belajar. Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang menjalankan tugasnya dengan patut kepada anak-anak mereka. Mereka begitu yakin bahwa anak membutuhkan suatu proses dan waktu untuk dapat menemukan sendiri keistimewaan yang dimilikinya. Dengan kata lain mereka percaya bahwa anak sendirilah yang akan menemukan sendiri kekuatan di dirinya. Bagi mereka setiap anak adalah benar-benar seorang anak yang hebat dengan kekuatan potensi yang juga berbeda dan unik! Kamu harus tahu bahwa tiada satu pun yang lebih tinggi, atau lebih kuat, atau lebih baik, atau pun lebih berharga dalam kehidupan nanti daripada kenangan indah; terutama kenangan manis di masa kanak-kanak.Kamu mendengar banyak hal tentang pendidikan, namun beberapa hal yang indah, kenangan berharga yang tersimpan sejak kecil adalah mungkin itu pendidikan yang terbaik. Apabila seseorang menyimpan banyak kenangan indah di masa kecilnya, maka kelak seluruh kehidupannya akan
terselamatkan. Bahkan apabila hanya ada satu saja kenangan indah yang tersiampan dalam hati kita, maka itulah kenangan yang akan memberikan satu hari untuk keselamatan kita" (destoyevsky' s brothers karamoz)

Minggu, 22 April 2012

Tantangan dan Hambatan HS Kami

Tak terasa sudah satu tahun anak-anak kami tak sekolah di sekolah formal. Selama kurun waktu tersebut terkadang kami begitu bersemangat, dalam menjalani proses home education  kami,  namun ada kalanya kami merasa ragu-ragu dan tidak bersemangat . Sejak awal kami memutuskan untuk mengHSkan anak-anak kami hingga sekarang ada beberapa hal yang pernah membuat kami ( khususnya  aku, sebagai ibunya ) merasa begitu down dan kurang bersemangat dan boleh dikatakan inilah tantangan dan hambatan dalam proses Home Education kami :


1. Menghadapi reaksi orang-orang disekitar kami.
Mungkin inilah hal pertama membuat kami merasa tidak nyaman..Saat kami harus mendengarkan komentar-komentar miring tentang HS. Tidak sebatas komentar, namun juga perubahan sikap dari orang orang terdekat . Hampir sebagian besar tak mendukung keputusan kami. kalau difikir-fikir hanya suamikulah yang benar-benar mendukung. Kami juga sempat menjadi bahan pergunjingan di lingkungan sekolah, diacara kumpul-kumpul hajatan, sampai sekedar perbincangan ringan di warung. Anak kami juga sering ditanya-tanya sama tetangga. Pada saat itu aku sendiri benar-benar merasa down dan stress juga memikirkannya. Kami dianggap tidak menghargai pihak sekolah, kami , ada yang bilang juga kalau kami ikut aliran tertentu atau aliran sesatlah.  Sedangkan suamiku terkesan lebih cuek. Kalau dilingkungan teman-teman kerja Alhamdulillah biasa-biasa saja, Paling sekedar bertanya dan aku jawab saja seperlunya. Saat bertemu teman kadang ada yang menayakan anakmu kelas berapa, rangking berapa  Untuk menghindari pertanyaan yang berkepanjangan lah, kadang aku jawab sekenanya saja. Yang kami rasa agak berat adalah menghadapi reaksi dari beberapa keluarga dekat kami yang menurutku terlalu berlebihan. Hanya karena HS, silaturahmi merenggang. Tapi suamiku selalu memberi semangat, bahwa yang terpenting bukan kita yang menjauh dari mereka.  Seiring berjalannya waktu kami berusaha untuk tetap semangat, meskipun harus menghadapi berbagai macam reaksi tersebut. Karena kalau hidup ini sibuk mendengarkan omongan orang lain, bagaimana kami akan maju, bagaimana kami akan melangkah yang ada justru kebingungan dan keragua-raguan .
2. Terbatasnya waktu kebersamaan kami dengan anak
Idealnya memang ada salah satu dari kami yang selalu memdampingi dan mengawasi proses home education pada anak-anak kami. Namun karena kami sama-sama bekerja waktu yang seharusnya kami miliki untuk mendampingi anak-anak menjadi terbatas. Setiap hari kecuali hari libur, aku harus ngantor dari jam tujuh pagi hingga jam dua, begitu juga dengan suamiku, meskipun waktu bekerja suamiku lebih fleksibel karena bukan pegawai kantoran, namun tak jarang ada saat-saat dimana kami sama-sama harus meninggalkan rumah untuk bekerja. Mau tak mau anak-anak hanya didampingi oleh Nenek, dan asisten rumah tangga kami. Sebelum kami meninggalkan rumah kami coba memberikan sedikit pesan, arahan kadang-kadang juga tugas pada anak-anak kami. Untuk anak kami yang paling besar, kami beri tanggung jawab lebih untuk membimbing adik-adiknya. Dalam hal ini tugas yang kami berikan tidaklah sama dengan memberikan PR layaknya guru pada muridnya, kecuali memang anak menginginkan . Sebelum kami berangkat kerja kami hanya katakan." Bunda mau berangkat ne, hari ini pada kepingin belajar ngapain?"  Kalau si sulung, 11 tahun kadang-kadang cuma pengin belajar edit photo, belajar ngeblog, ataupun belajar online di IXL Math, sedangkan yang nomor dua lebih senang menggambar, nulis-nulis cerita. Kalau yang nomer tiga lebih meniru kakak perempuannya, suka edit-edit foto dan kadang IXL math juga. Yang nggak pernah ketinggalan selingan game-gamean online nya. Tapi ada kalanya juga minta mengerjakan worksheet,mempraktekkan  percobaan percobaan percobaan kecil dari buku, kadang -kadang juga cuma baca-baca buku.
Karena terbatasnya waktu, maka waktu kebersaaman yang terbatas ini harus benar-benar kami manfaatkan agar benar-benar berkwalitas.
3. Tidak ada yang mengawasi saat anak-anak berseluncur di dunia maya.
Yang ini erat kaitanya dengan yang hambatan nomer dua di atas. Karena kadang-kadang kami harus meninggalkan rumah dalam waktu bersamaan, sementara anak-anak ingin belajar melalui internet, terpaksa anak anak harus lakukan itu tanpa pengawasan orang tua. Meskipun anak mungkin tidak sengaja membuka situs situs dewasa, namun seringkali mesin pencari mengarah pada situs situs untuk orang  dewasa. Untuk yang satu ini kami berusaha tetap memantau baik pada saat itu juga dengan menanyakan melalui handphone, maupun mengecek kembali situs apa saja yang disinggahi.